Minggu, 18 Januari 2009
Minuman Teh Tak Dianjurkan Bagi Bayi dan Anak Kecil
Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS
Tulisan pertama menyebutkan tradisi minum teh terdapat dalam legenda kekaisaran Cina, Shen Nung, pada tahun 2737 sebelum Masehi. Tetapi sumber yang lebih dapat dipercaya terdapat pada suatu kamus Cina yang dibuat pada tahun 350 masehi. Sejak dulu teh sebagai minuman penyegar telah populer di daratan Asia. Teh baru dikenal bangsa Eropa setelah orang Belanda melakukan perdagangan dengan Asia pada sekitar tahun 1600-an.
Bila kita amati, terdapat perbedaan mendasar dalam tata cara minum teh baik antarbangsa maupun antarsuku. Di Indonesia pada umumnya teh diminum kapan saja; hampir di setiap rumah tangga selalu tersedia satu teko air teh untuk keperluan minum keluarga. Lain halnya dengan negara-negara Barat, di mana teh hanya diminum pada saat tertentu saja yang disebut tea time, yaitu pada waktu sore hari.
Adalah merupakan suatu sopan santun dari tuan rumah di Indonesia untuk menjamu tamunya dengan secangkir air teh kapan saja ia datang. Demikian juga, kelihatannya hanya terjadi di Indonesia di mana bila kita duduk di warung atau rumah makan kecil, langsung disuguhi segelas air teh yang tidak usah dibayar alias gratis. Begitu mendalamnya adat kebiasaan minum teh ini menjadikan makin berkembangnya usaha produksi minuman teh dalam botol karton, karena merupakan minuman favorit bagi tua dan muda, dan konon sanggup mengalahkan pasaran minuman ringan lainnya di dalam negeri.
Sampai saat ini tidak ada peraturan di negara mana pun yang membatasi konsumsi air teh. Akan tetapi para peneliti baru-baru ini menganjurkan agar minuman teh tidak diberikan pada bayi dan anak-anak kecil, karena dapat mengganggu pertumbuhan badannya maupun kecerdasannya. Suatu survei terbatas yang baru-baru ini kami lakukan, menunjukkan bahwa minuman teh selain dikonsumsi oleh anak-anak kecil juga diberikan pada bayi sebagai pengganti susu; terutama pada keluarga golongan kurang mampu. Mengingat kenyataan ini, di bawah ini akan dibahas mengenai pengaruh negatif dari minuman teh tersebut bagi bayi dan anak-anak kecil.
Kafein dan kecerdasan anak
Rasa nikmat atau segar sehabis minum teh sesungguhnya disebabkan oleh kafein. Banyak orang menyangka bahwa kafein hanya terdapat pada kopi; padahal teh, cokelat, dan minuman ringan jenis cola, juga mengandung kafein. Analisis yang telah dilakukan terhadap beberapa merek teh dan kopi yang beredar di Bogor menunjukkan bahwa kadar kafeinnya tidak berbeda, yaitu sekitar 0,6 persen. Kafein mempunyai efek menyegarkan karena zat ini mampu menstimulir kerja sistem syaraf pusat.
Kafein dapat dengan mudah diserap dari usus, lebih dari 99 persen kafein yang dikonsumsi akan diserap oleh darah. Setelah diserap, kafein secara cepat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh, tidak ada zat penghalang bagi kafein dari drah untuk sampai ke otak. Sifat lain kafein adalah zat ini tidak mudah dikeluarkan kembali dari tubuh oleh ginjal bersama urin. Lebih dari 98 persen kafein yang sampai ke tubula ginjal akan diserap kembali oleh darah. Penghilangan kafein hanya terjadi bila zat ini telah mengalami biotransformasi dalam hati menjadi zat lain yang lebih mudah dibuang bersama urin.
Indeks yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan metabolisme dan pengeluaran kafein dari tubuh adalah “waktu paruh”nya dalam plasma darah, yaitu waktu yang diperlukan oleh kadar kafein untuk berkurang sebanyak 50 persen. Pada orang dewasa rata-rata sekitar 5-6jam, sedangkan pada bayi dan anak-anak berkisar antara 2,3 – 14 jam, di mana pada bayi kafein tersebut lebih sulit untuk dimetabolisasi.
Pada dosis rendah efek negatif kafein yang paling menonjol adalah menyebabkan sulit tidur. Pada dosis yang lebih tinggi kafein dapat menimbulkan rasa gelisah, merangsang pernapasan, mempengaruhi kerja jantung, mengakibatkan sering buang air kecil, dan meningkatkan sekresi cairan lambung. Keracunan kafein yang dapat berakibat fatal jarang terjadi, karena hal ini hanya dapat terjadi bila seseorang mengkonsumsi sebanyak 75 cangkir kopi dalam waktu 30 menit.
Sampai saat ini belum ada peraturan yang membatasi jumlah konsumsi kafein. Di Amerika Serikat sendiri yang terkenal dengan peraturan-nya yang ketat, kafein oleh FDA (Food and Drug administration) masih digolongkan sebagai senyawa GRAS (Generally Regognized as Safe), yang berarti aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi, hasil-hasil penelitian toksikologi yang mutakhir memberikan kecenderungan untuk menarik status kafein dari GRAS, sehingga akan berarti bahwa jumlah penggunaannya (konsumsi)akan dibatasi.
Masalah yang diutarakan para ahli di Amerika Serikat tentang usul penarikan kafein dari daftar GRAS terutama menyangkut efeknya terhadap anak-anak kecil. Kafein dapat mempengaruhi kerja sistem syaraf pusat, dan ank-anak lebih sensitif terhadap pengaruh tersebut. Para ahli tersebut mensinyalir adanya efek negatif kafein terhadap perkembangan otak anak-anak, sehingga akan mempengaruhi kecerdasannya.
Anemi gizi
Selain rasa nikmat menyegarkan, dalam air teh juga terdapat rasa sepat. Rasa sepat ini timbul karena adanya zat tanin di dalam air teh yang kemudian bereaksi dengan protein mukosa di dalam mulut. Sama halnya bila kita makan buah salak atau jambu biji, kadang-kadang timbul rasa sepat, karena keduanya juga mengandung tanin.
Yang dipermasalahkan dengan adanya tanin dalam air teh bukan rasa sepatnya, tetapi karena sifat zat ini yang dapat mengikat mineral. Barangkali sering kita lihat adanya lapisan tipis di permukaan air teh, bila air yang dipergunakan banyak mengandung mineral (air sadah). Lapisan tipis tersebut sesungguhnya adalah hasil reaksi antara mineral dengan tanin, membentuk tanat. Pabila tanin tersebut bereaksi dengan mineral-mineral dalam makanan, maka mineral tersebut akhirnya tidak dapat digunakan tubuh dan terbuang bersama feses.
Suatu studi yang dilakukan oleh dr.Yona Amitai dari Children’s Hospital Medical Center di Boston, menemukan bahwa anak bayi di Jerusalem yang meminum air teh sebanyak 250 ml per orang per hari, mempunyai kadar besi yang rendah dalam darahya. Disimpulkan bahwa hal ini terjadi karena adanya pengikatan besi oleh tanin dari air teh, sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh tubuh. Ditegaskan bahwa mineral besi yang dapat diikat oleh tanin tersebut adalah apa yang disebut non heme iron, yaitu yang berasal dari serealia, sayuran atau buah-buahan. Sedangkan yang berasal dari daging adalah heme iron, yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Mengingat bahwa umumnya di Indonesia konsumsi daging masih sangat rendah, terutama pada golongan kurang mampu, maka pengaruh konsumsi air teh pada bayi/anak patut diwaspadai sebagai salah satu penyebab anemi gizi yang masih merupakan salah satu maslah gizi nasional.
Air putih bagi anak-anak
Pada keluarga golongan kurang mampu, pemberian air teh pada bayinya kelihatannya dilakukan karena terpaksa, sebagai pengganti air susu (bubuk) yang tidak terbeli, sedangkan ASI-nya tidak keluar lagi. Untuk hal ini usaha-usaha peningkatan kesejahteraan keluarga hendaknya perlu lebih digalakkan lagi. Akan tetapi untuk anak-anak kecil, hendaknya kebiasaan minum teh ini perlu dikurangi. Barangkali kebiasaan untuk menyediakan air putih dalam kendi di tiap-tiap keluaraga kurang mampu perlu dihidupkan kembali.
Sumber : Kompas, Minggu 1 November 1987
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar